Minggu, 11 April 2010

Penerus Tarumanaraga




Di dalam buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (RPMSJB), pembahasan tentang nama Sunda dalam bentuk kerajaan terbatas sejak Maharaja Terusbawa sampai dengan Citraganda, dari tahun 669 M sampai dengan tahun 1311 M. Namun penerus raja-raja sunda seperti Kawali dan Pajajaran diuraikan tersendiri.

Mungkin saja para penyusun sengaja menguraikan raja-raja sunda berdasarkan pada posisi pusat pemerintahan dan Garis penerus Maharaja Terusbawa, karena jika dikisahkan tentang sunda maka tak pula dapat dipisahkan dengan Kawali, Pajajaran, bahkan Galuh.

Istilah Sunda didalam alur cerita kesejarahan resmi di mulai sejak Tarusbawa memindahkan pusat pemerintahan Tarumanagara ke Sundapura, pada tahun 669 M atau tahun 591 Caka Sunda. Pada masa itu kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta Linggawarman pada tahun 669 M kepada Tarusbawa, menantunya yang menikah dengan Dewi Manasih. Tarusbawa kemudian diberi gelar Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manunggalajaya Sundasembawa.

Berita ini disampaikan kesegenap negara sahabat dan bawahan Tarumanagara. Demikian juga terhadap Cina, Terusbawa mengirimkan utusan bahwa ia pengganti Linggawarman. Sehingga pada tahun 669 M dianggap sebagai lahirnya Kerajaan Sunda.

Perpindahan lokasi atau pembangunan istana Sunda pada masa Terusbawa digambarkan di dalam Fragmen Carita Parahyangan :

Diinyana urut Kadatwan, ku Bujangga Sedamanah ngaran Kadatwan Bima – Punta – Narayana – Madura – Suradipati. Anggeus ta tuluy diprebokta ku Maharaja Tarusbawa denung Bujangga Sedamanah. (Disanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kedatuan Bima-Punta – Narayana – Madura - Suradipati. Setelah selesai dibangun lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah.).

Berita yang layak dijadikan bahan kajian tentang pembangunan istana yang dilakukan Tarusbawa juga tercantum dalam Pustaka Nusantara II/3 halaman 204/205, isinya :

Hana pwanung mangadegakna Pakwan Pajajaran lawan Kadtwan Sang Bima - Punta - Narayanan - Madura - Suradipati ya ta Sang Prabu Tarusbawa”. (Adapun yang mendirikan Pakuan Pajajaran beserta keraton Sang Bima – Punta – Narayana – Madura - Suradipati adalah Maharaja Tarusbawa)

Istana sebagai pusat pemerintahan terus digunakan oleh raja-raja Sunda Pajajaran atau Pakuan Pajajaran. Istilah Pakuan Pajajaran menurut Purbatjaraka (1921) berarti istana yang berjajar. Memang nama istana tersebut cukup panjang, tetapi berdiri masing-masing dengan namanya sendiri, berurutan Bima – Punta – Narayana - Madura-Suradipati, atau disebut juga panca persada (bangunan keraton). Bangunan Keraton tersebut dimungkin sebagaimana yang dilaporkan oleh Gubernur Jendral Camphuijs, tanggal 23 Desember 1687 kepada atasannya di Amsterdam. Isi laporan tersebut menyatakan :

·         “Dat hetselve paleijs specialijck de verhaven zitplaets van den Javaense Coning Padzia Dziarum nu nog geduizig door een groot getal tiigers bewaakt en bewaart wort”. (bahwa istana tersebut. dan terutama tempat duduk yang ditinggikan – sitinggil – kepunyaan raja “Jawa” Pajajaran, sekarang ini masih dikerumuni dan dijaga serta dirawat  oleh sejumlah besar harimau). [RPMSJB jilid keempat hal. 34].

Laporan diatas mendasarkan pada penemuan Sersan Scipio, pada tanggal 1 September 1697, tentang penemuan pusat Kerajaan Pajajaran pasca dihancurkan pasukan Banten – Cirebon.

Istilah Pakuan Pajajaran, atau Pakuan atau Pajajaran saja ditemukan pula di dalam Prasasti tembaga di Bekasi. Urang Sunda kemudian terbiasa dengan menyebutkan nama Pakuan untuk ibukota Kerajaan dan nama Pajajaran untuk negaranya. Sama dengan istilah Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat yang nama-nama keraton tersebut kemudian digunakan untuk nama ibukota dan wilayahnya.

Pemindahan Ibukota
Pemindahan pusat pemerintahan Tarumanagara ke Sundapura tentunya memiliki alasan, bukan karena Sundapura adalah daerah asalnya, melainkan erat kaitannya dengan masalah pelaksanaan pemerintahannya. Terusbawa menginginkan kembalinya kejayaan Tarumanagara sebagaimana pada masa Purnawarman. Ketika itu Purnawarman memindahkan ibukota Tarumanagara ke Sundapura. Namun Terusbawa tidak memperhitungkan akibat politis dari pemindahan ibukota kerajaannya ke Sundapura.

Pada saat itu kondisi Tarumanagara sudah tidak sekuat masa lalu. Tarumanagara pasca meninggalnya Purnawarman sudah mulai turun pamornya di mata raja-raja daerah, terutama pasca kekacauan yangterjadi diintern istana. Banyak raja-raja daerah yang melakukan pembangkangan, terutama yang berada di wilayah sebelah timur Citarum. Disisi lain nama Sriwijaya dan Kalingga sudah mulai naik pamornya sebagai pesaing Tarumanagara. Dengan alasan inilah Wretikandayun kemudian menyatakan Galuh membebaskan diri dari Sunda. Sejak saat itu ditatar Sunda muncul dua kerajaan kembar, yakni Sunda dan Galuh.

Perbedaan Sunda dengan Galuh bukan hanya menyangkut masalah pemerintahan, menurut para penulis RPMSJB dan Saleh Danasasmita, antara Sunda dengan Galuh masing-masing memiliki entitas yang mandiri dan ada perbedaan tradisi yang mendasar. Hal yang sama dikemukan Prof. Anwas Adiwilaga, menurutnya : Urang Galuh adalah Urang Cai sedangkan Urang Sunda disebut sebagai Urang Gunung. Mayat Urang Galuh ditereb atau dilarung, sedangkan mayat Urang Sunda dikurebkeun. Penyatuan tradisi tersebut diperkirakan baru tercapai pada abad ke-13, dengan mengistilahkan penduduk dibagian barat dan timur Citarum (citarum = batas alam Sunda dan Galuh) dengan sebutan “Urang Sunda”. Sebutan tersebut bukan hasil kesepakatan para penguasanya, melainkan muncul dengan sendirinya.

Pasca ditemukannya Prasasti Kawali 1, para ahli sejarah Sunda kuna pada umumnya bersepakat, bahwa : “Dengan demikian pengertian Galuh dan Sunda antara 1333 – 1482 Masehi harus dihubungkan dengan Kawali walaupun di Pakuan tentu ada seorang penguasa daerah. Keraton Galuh sudah ditinggalkan atau fungsinya sebagai tempat kedudukan pemerintah pusat sudah berakhir”. (RPMSJB, buku ketiga, hal. 32). (*).
  

Sumber bacaan :
·         Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah) - Jilid 1, Edi S. Ekadjati, Pustaka Jaya – Bandung, Cetakan Kedua – 2005.
·         Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3, Tjetjep, SH dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
·         Tjarita Parahjangan, Drs.Atja, Jajasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung- 1968.
·         wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Galuh, 5 April 2010.
·         wikipedia.org/ wiki/Kawali, tanggal 5 April 2010.
 ·         Sumber lainnya.

Pesan :

Untuk Perbaikan Blog ini mohon dapat meninggalkan pesan disini. Terima Kasih