Kamis, 25 Februari 2010

Indraprahasta

Mendengar Indraprahasta tentunya tidak asing ditelinga, terutama bagi para peminat cerita Mahabarata. Indraprahasta di India disebut sebut sebagai nama yang didirikan oleh Pandawa. Demikian pula nama tokoh tokoh terkenal di Indraprahasta (Cirebon) yang memiliki nama dan daerah yang sama dengan negara asalnya, seperti Sentanu (Pendiri), Wirata dan Sungai Gangga yang dijamannya disucikan.

Kerajaan Indraprahasta terletak di daearah Cirebon Girang, Cirebon Selatan pada tahun 363 M, oleh seorang maharesi yang berasal dari Sungai Gangga India. Ketika itu kerajaan asalnya diserang pasukan Samudra Gupta. Ketika masa itu Salakanagara dipimpin oleh Prabu Darmawirya Dewawarman VIII. Kerajaan Indraprahasta dipastikan terkait pula sebagai cikal bakal dari Cirebon Girang.

Pendiri
Sentanu dianggap masih memiliki pertalian keluarga dengan Dewawarman VIII sehingga ia diijinkan untuk mendirikan desa dalam wilayah Tarumanagara. Didalam buku penelusuran sejarah Jawa barat diceritakan pula kelak Sentanu beristrikan Indari Putri Dewawarman VIII.

Ketika masanya, Sentanu membangun sebuah desa yang terletak di wilayah Cirebon yang diberinama Indraprahasta. Kemudian, Gunug Cereme yang terletak disebelahnya ia berinama Indrakila, serta aliran sungai yang mengalir ditengah daerahnya ia berinama Gangganadi. Kemudian ia memperdalam sungai yang ia berinama Setu Gangga. Memang nama-nama tersebut sama dengan yang ada didaerah India, tempat asalnya.

Indraprahasta berkembang menjadi kerajaan besar, dengan raja pertamanya Sentanu (363 – 398 M), dengan gelar Prabu Indraswara Sakalakretabuwana. Namun pada tahun 393 M, dibawah kepemimpin raja kedua, yakni Jayastyanagara, Indraprahasta harus mengakui kekuasaan Tarumanagara, ketika itu berada dibawah Pimpinan Purnawarman. Ketika masa Sentanu Indraprahasta meliputi Desa Sarwadadi Kecamatan Sumber (wilayah Keraton), Cimandung, Kerandon Cirebon Girang di Kecamatan Cirebon Selatan.

Loyalis Tarumanagara
Pada masa Purnawarman, sungai Gangga sampai dengan sungai Cisuba yang berada dibawah Indraprahasta diperbaikinya dan selesai pada 332 Saka. Sebagai tanda terima kasih kemudian Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberi hadiah harta kepada para Brahmana dan masyarakat yang ikut membantunya. Di tepi kali Gangga kemudian dibuatkan prasasti dengan lambang telapak tangannya dengan kata-kata berbunga tentang kebesaran dan sifat-sifatnya yang mempersamakan dengan Dewa Wisnu, pelindung makhlih di bumi.

Dalam cerita selanjutnya, ketika terjadi pemberontakan Cakrawarman di Taruma, Maharaja Wisnuwarman, penguasa Taruma keempat mengganti seluruh pasukan bayangkaranya dengan prajurit yang terdiri dari orang-orang Indraprahasta. Pasukan ini dikenal tangguh, ulet, pandai memanah dan setia kepada raja, seolah-olah tak lagi ada tandingannya. Kepercayaan dan penghargaan demikian didapatkan setelah Wirabanyu, raja Indraprahasta berhasil membantu penumpasan pemberontakan Cakrawarman yang didukung oleh beberapa daerah dan menteri-menteri nya yang tangguh. Wisnuwarman kemudian menikahi salah seorang putri Wirabanu. Demikianlah masa-masa keemasan orang-orang Indraprahasta.

Kehancuran
Kebesaran negara Indraprahasta tentunya tidak sebesar kemashuran Sunda atau Galuh, namun kekuatan dan kualitas manusia Indraprahasta selalu diperhitungkan oleh kedua negara tersebut. Demikian pula eksistensi Indraprahasta di dalam peristiwa Pisuna di Galuh (baca pada bagian Galuh : Pisuna Galuh).

Indraprahasta ketika itu berada diposisi Purbasora, mengingat Purbasora menantu dari Padmahariwangsa, raja Indraprahasta ke-13, karena Purbasora menikahi Citrakirana, adik dari Wiratara yang kelak menjadi raja Indraprahasta. Purbasora hampir sama mengikuti cara-cara yang digunakan Wisnuwarman (Taruma) yang menggunakan pasukan Indraprahasta sebagai bayangkara yang langsung dibawah kontrol Patih Balangantrang. Konon pasukan inilah yang memporak porandakan kekuatan Sena, hingga Sena pun terpaksa melarikan diri ke Kalingga.

Kekuatan pasukan Indraprhasta pun terbaca oleh Sanjaya, anak dari Sena yang kemudian menjadi Raja Yang di Pertuan di Pulau Jawa. Hingga suatu ketika pada saat Senjaya menuntut balas, pasukan Sunda dikerahkan untuk menggembur pasukan Indraprahasta dan negaranya ikut dibumi hanguskan, berikut Wiratara, ketika itu raja Indrapahasta.

Peristiwa ini diabadikan dalam Nusantara III/2, intinya menggambarkan, bahwa :

Ikang rajya Indraprahasta wus sirna dening Rahyang Sanjaya mapan kasoran yuddha nira. Rajya Indraprahasta kebehan nira kaprajaya sapinasuk kadatwan syuhdrawa pinaka tan hana rajya manih i mandala Carbon Ghirang. Wadyanbala, sang pameget, nanawidhakara janapada, manguri, sang pinadika, meh sakweh ira pejah nirawaceca. Kawalya pirang siki lumayu humot ring wana, giri, iwah, luputa sakeng satrwikang tan hana karunya budhi pinaka satwakura.

(Kerajaan Indraprahasta itu telah musnah oleh Rahyang Sanjaya karena kalah perangnya. Seluruh Kerajaan Indraprahasta ditundukan termasuk keratonya hancur lumat seakan-akan tidak ada lagi kerajaan didaerah Cirebon Girang. Angkatan perang, pembesar kerajaan, seluruh golongan penduduk, penghuni istana, para terkemuka, hampir seluruhnya binasa tanpa sisa. Hanya beberapa orang yang berhasil melarikan diri bersembunyi di hutan, gunung dan sungai yang terluput dari musuh yang tidak mengenal belas kasihan seperti binatang buas).

Biar bagaimanapun Indraprahasta masih memiliki kerabat di negara lainnya. Mungkin alasan politis inilah kemudian Senjaya menerahkan Indraprahasta kepada menantu Padmahariwangsa, raja Indraprahasta ke-13, yakni Adipati Kusala raja Wanagiri, suami dari Gangga Kirana. Kerajaan Wanagiri kemudian menggantikan Indraprahasta dan berada dibawah kekuasaan Galuh. Kemudian pada abad kelima belas praktis Wanagiri menjadi Kerajaan Cirebon Girang, saat ini hanya berbekas sebuah desa dengan nama Cirebon Girang. (cag)


Sirisilah Raja Indraprahasta :
1. Prabu Resi Santanu Indraswara Sakala Kreta Buwana, memerintah tahun 363 – 398 M
2. Prabu Resi Jayasatyanegara (398–421)
3. Prabu Resi Wiryabanyu, mertua dari Prabu Wisnuwarman (421–444)
4. Prabu Wama Dewaji ( 444–471)
5. Prabu Wama Hariwangsa (471–507)
6. Prabu Tirta Manggala Dhanna Giriswara (507–526 )
7. Prabu Asta Dewa ( 526 – 540 )
8. Prabu Senapati Jayanagranagara ( 540 – 546 )
9. Prabu Resi Dharmayasa (546 – 590).
10. Prabu Andabuwana, (590–636).
11. Prabu Wisnu Murti ( 636– 661 ).
12. Prabu Tunggul Nagara ( 661 – 707 ).
13. Prabu Resi Padma Hari Wangsa ( 707 – 719 ).
14. Prabu Wiratara ( 719 – 723 ).


Bahan Bacaan :
1. Rintisan Penelusuran masa Silan Sejarah Jawa Barat
2. Sejarah Jawa Barat, Drs Yoseph Iskandar. Geger Sunten

Tidak ada komentar:

Pesan :

Untuk Perbaikan Blog ini mohon dapat meninggalkan pesan disini. Terima Kasih