Sanjaya menggantikan posisi Terusbawa, raja Sunda, pada tahun 723 M (645 Saka), bergelar Maharaja Bimaparakarma Prabu Maheswara Sarwajitasatru Yudapurnajaya. Mungkin Sanjaya adalah satu-satunya raja Sunda yang memiliki kekuasan melebihi Purnawarman. Sanjaya sangat pantas jika ia disebutkan sebagai penguasa Pulau Jawa pada masa abad ke 8 M.
Posisi dan kekuasaan Sanjaya di Pulau Jawa didapatkan dari trahnya sebagai keturunan dan perkawinan. Pertama, sebagai raja Sunda ia dapatkan setelah menikah dengan Teja Kencana, Cucu Tarusbawa, putra mahkota Sunda. Teja Kencana kemudian diangkat sebagai penguasa Sunda bersama-sama dengan Sanjaya pada tahun 723 M.
Kedua, Sanjaya pewaris syah tahta Galuh, dapatkan dari ayahnya, yakni Sena (Bratasenawa) putra Mandiminyak (Amara), dan cucu Wretikandayun. Kedudukan di Galuh Ia dapatkan pada tahun yang sama ketika menjadi raja Sunda.
Tentang masa berkuasanya Sanjaya di Sunda dan Galuh disebutkan dalam seri Pararatwan Jawadwipa, yakni di Sunda sejak 645 – 647 Saka, sedangkan menjadi penguasa Sunda dan Galuh sejak 647 – 654 Saka.
Ketiga, Sanjaya adalah cicit Maharani Sima, ratu Kalingga dari pernikahan Bratasenawa, ayahnya dengan Sanna, ibunya, cucu Maharani Sima. Jika dilihat dari garis perkawinan Bratasenawa dan Sanna ia adalah putra Mahkota Mataram.
Keempat, atas persetujuan Parwati (neneknya), Sanjaya berjodoh dengan Sudiwara, putri Dewa Singa dan cucu Prabu Narayana, penguasa Bumi Sambara. Perkawinan ini mengikat kekerabatan yang makin erat, karena mereka sesama keturunan Maharani Sima. Jadi posisi Sanjaya pada masa itu sudah menguasai ¾ pulau jawa. Wajar jika Sanjaya menjandang gelar Penguasa Pulau Jawa.
Hubungan dengan Kalingga
Didalam thesis Prakondisi Terbentuknya Identitas Kebangsaan, oleh Drs. Nana Supriatna, M.Ed, dikemukakan : Eksistensi Sanjaya di jawa barat diperoleh dari prasasti Canggal (732 M). Prasasti tersebut menerangkan mengenai seorang raja bernama Sanjaya yang mendirikan tempat pemujaan untuk dewa Siwa di daerah Wukir. Dia adalah anak Sanaha, saudara perempuan Sanna. Sanjaya adalah pendiri wangsa Sanjaya yang berkuasa atas kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah bagian utara.
Apabila isi prasasti tersebut dihubungkan dengan Carita Parahyangan yang menerangkan mengenai berkuasanya Sanna di Galuh (Ciamis), Sanjaya adalah raja Galuh yang mengganti kan Sanna setelah dia berhasil mengalahkan Rahyang Purbasora yang memberontak terhadap raja Sanna.
Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa Sanjaya berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil, yakni Manunggul, Kahuripan, Kadul, Balitar, Malayu, Kemir, Keling, Barus, dan Cina. Kerajaan-kerajaan yang diperkirakan terletak di Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengah bagian barat itu menjadi bagian dari Galuh.
Pada masa Terusbawa di Sunda, hubungan Sunda dengan Kalingga belum sedemikian erat, bahkan Wretikandayun memanfaatkan hubungan Galuh dengan Kalingga sebagai faktor penting untuk memerdekakan Galuh sebagai negara yang merdeka. Hubungan Galuh – Kalingga dipererat dengan pernikahan Parwati, putri Maharani Sima dengan Mandiminyak (Amara), putra Wretikandayun. Pada masa selanjutnya, hubungan Sena, putra Mandiminyak diikat pula dengan tali pernikahan. Kemudian diperkuat pula dengan pernikahan Sanjaya dengan Tejakencana.
Dalam cerita tentang Galuh, Sena adalah pewaris syah atas tahta Galuh. Tahta tersebut ia dapatkan dari Mandiminyak, ayahnya. Sena dikenal sebagai orang yang memiliki budi baik, namun dikarenakan kelahiran Sena hasil smarakarya antara Mandiminyak (Amara) dengan Pwah Rababu (istri Sempakwaja, kakak kandung Mandiminyak), maka ia kurang diterima dilingkungan keluarga Galuh.
Masalah smarakarya tersebut disinyalir pula sebagai pemicu Pisuna Galuh yang dipimpin Purbasora. Akhirnya pada tahun 716 M Purbasora merebut tahta Galuh. Hanya saja Sena berhasil melarikan diri ke Mataram.
Peristiwa ini disebut-sebut sangat menyakitkan keluarga Kalingga Utara. Ratu Parwati menghibur menantunya tersebut dengan cara menyerahkan tahtanya kepada Sanaha, putrinya dan Sena, menantunya. Kemudian Sanaha dan Sena berkuasa selama 16 di Mataram, terhitung sejak 716 – 732 M.
Pada masa terusirnya Sena dari Galuh, usia Sanjaya masih berumur 33 tahun. Pada masa tersebut ia lebih memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa dibeberapa kerajaan, seperti Sunda, Galuh, Mataram dan Kalingga. Sebagai upaya merebut tahta Galuh dari Purbasora, ia pergi ke Denuh menemui Resiguru Wanayasa dan iapun menyiapkan diri di Denuh. Dari Denuh kemudian ia menuju Pakuan untuk menemui Terusbawa, kakek mertuanya. Iapun disarankan untuk lebih berhati-hati, karena pada masa itu Galuh memilki pasukan bayangkara yang berasal dari Indraprahasta, yang dikenal cukup tangguh dan teruji.
RPMSJB menjelaskan, sebagai ujian bagi Sanjaya, kemudian Terusbawa memerintahkan Sanjaya untuk membersihkan perompak diperairan Selat Sunda. Hal ini bukan hanya sekedar membebaskan Sunda dari gangguan bajak laut yang direstui Sriwijaya, melainkan pula bertujuan untuk melatih Sanjaya agar kelak dikemudian hari mampu menggantikan posisinya sebagai penguasa Sunda.
Pada masa lampau peranan bajak laut merupakan musuh yang sulit diberantas. Dewawarman V (252 – 276 m) penguasa Salakanagara kelima harus gugur diperairan ketika melakukan pemberantasan bajak laut. Purnawarman mengalami gangguan yang sama ketika ia memerintah Tarumanagara, namun ia berhasil menumpasnya. Sama halnya dengan Cheng Ho ketika ia harus membersihkan Palembang dari kekuasaan bajak laut pada tahun 1407 M.
Terusbawa memilih bajak laut sebagai sarana latihan Sanjaya, karena bajak laut memiliki sifat yang sangat bengis, mahir berkelahi dan tak pandang bulu dalam memperlakukan musuh-musuhnya. Harapan Terusbawa, jika Sanjaya mampu mengatasi bajak laut maka ia akan mampu membawa ketentraman bagi negara Sunda. Dan ternyata Sanjaya mampu menunaikan tugas ini, bahkan ia mampu mengejar kenagara-negara lain yang melindungi para bajak laut.
Memang ada peranan lainnya yang dilakukan Terusbawa dalam melatih Sanjaya, seperti merekomendasikan ke Gunung Sawal untuk meminjam buku Pustaka Ratuning Bala Sariwu. Buku tersebut digunakan Sanjaya pada saat memberantas bajak laut, serta digunakan sebagai acuan strategi dalam mengembalikan tahta Galuh dari kekuasaan Purbasora.
Tentang Pustaka Ratuning Bala Sariwu, konon kabar pernah digunakan oleh Purnawarman, raja Tarumanagara ketiga yang termasyhur. Selain itu digunakan pula oleh Surawisesa dalam mempertahan Pakuan dari serangan gabungan Demak Cirebon. Mungkin yang dimaksud buku Pustaka tersebut semacam pelajaran ilmu perang peninggalan Purnawarman, namun dalam kisah lainnya buku ini disebut-sebut peninggalan Resi Guru Manikmaya (Kendan).
Sanjaya menggantikan posisi Terusbawa, raja Sunda, pada tahun 723 M. Pada tahun yang sama Sanjaya berhasil merebut kembali tahta Galuh dari Purbasora. Dan membumi hanguskan kerajaan Indrapahasta, pendukung penting Purbasora, karena salah satu putri Indraprahasta adalah istri Purbasora.
Diplomasi Sanjaya
Sebagaimana cerita sebelumya, Sena adalah pewaris tahta Galuh yang diusir oleh Purbasora. Putra Sena, yaitu Rahyang Sanjaya alias Rakeyan Jambri telah menjadi cucu menantu Terusbawa raja Sunda. Ketika perebutan terjadi Sanjaya sedang berada di Mataram. Dengan kedatangan Sena dan terusirnya dari Galuh, sangat membangkitkan amarah Sanjaya, sehingga ia pun berupaya untuk menuntut balas.
Sena dikenal memiliki budi pekerti yang baik dan dianggap alim, sehingga tidak merespon peristiwa pengusirannya dengan melakukan balas dendam. Untuk mendukung keinginan Sanajaya, Sena menganjurkan Sanjaya agar berhati-hati dan tetap menghormati orang-orang tua di Galuh (Sempakwaja dan Jantaka). Sanjaya hanya diijinkan menyingkirkan Purbasora. Amanah tersebut diikuti oleh Sanjaya, ia perlahan-lahan melakukan infiltrasi dan membentuk pasukan khusus yang akan merebut Galuh kembali.
Sanjaya secara diplomatis menghubungi Jantaka, atau Resiguru Wanayasa. Ia meminta Jantaka secara baik-baik untuk menjadi manggala, mengadili dan menentukan pihak mana yang benar dan salah. Jantaka menyadari akan masalah ini, namun permintaan ini menjadikan posisi Jantaka serba sulit, karena dipihak Purbasora telah berdiri Bimaraksa, anaknya. Iapun kemudian menolak tawaran tersebut, ia berjanji akan bersikap netral dan meminta jaminan dari Sanjaya, bahwa keluarganya tidak akan pernah diganggu dalam masalah ini.
Masalah ini diceritakan dalam Carita Parahyangan :
Carek Rahiangtang Kidul: "Putu, aing sangeuk kacicingan ku sia, - bisi sia kanyahoan ku ti Galuh. - Jig ungsi Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan, - sarta anak saha sia teh?".
Carek Rakian Jambri: "Aing anak Sang Sena. Direbut – kakawasaanana, dibuang ku Rahiang Purbasora."
"Lamun kitu aing wajib nulungan. - Ngan ulah henteu digugu jangji aing. - Muga-muga ulah meunang, - lamun sia ngalawan perang ka aing. - Jeung deui leuwih hade sia indit ka tebeh Kulon, - jugjug Tohaan di Sunda."
Sadatangna ka Tohaan di Sunda, - tuluy dipulung minantu ku Tohaan di Sunda.
Dalam Carita Parahyangan, peristiwa tersebut terjadi sebelum Sanjaya menjadi suami Tejakencana, bahkan jauh sebelum ia mendudukui tahta Sunda. Kemudian dukungan selanjutnya ia mintakan kepada raja Sunda, Terusbawa. Tentu Terusbawa tidak bisa dengan mudah memberikan dukungan secara riil, mengingat ia telah terikat hubungan persahabatan dengan Purbasora. Ia menyarankan agar Sanjaya bersikap hati-hati.
Terusbawa memberikan rekomendasi pula agar Sanjaya meminjam Pustaka Ratuning Bala Sarewu kepada Rabuyut Sawal. Pustaka itu hasil ciptaan Resiguru Kendan, tentang bagaimana menggunakan pasukan yang banyak.
Kisah perjalanan ini diabadikan dalam Carita Parahyangan, sebagai berikut :
Sadatangna ka Tohaan di Sunda, tuluy dipulung minantu ku Tohaan di Sunda. - Ti dinya ditilar deui da ngajugjug ka Rabuyut Sawal.
Carek Rabuyut sawal: "Sia teh saha?" - "Aing anak Sang Sena. Aing nanyakeun pustaka bogana Rabuyut Sawal. - Eusina teh, 'retuning bala sarewu', anu ngandung hikmah pikeun jadi ratu sakti, pangwaris Sang Resi Guru."
Eta pustaka teh terus dibikeun ku Rabuyut sawal. Sanggeus kitu Rakean jambri miang ka Galuh. - Rahiang Purbasora diperangan nepi ka tiwasna. Rahiang Purbasora jadina ratu ngan tujuh taun. Diganti ku Rakean Jambri, jujuluk Rahiang Sanjaya.
Pada episode berikutnya memang sulit membuktikan dukungan Terusbawa secara formal, hingga ia meninggal pada tahun 723 M. Sebagai pengganti Raja Sunda maka pada tahun 723 M dilantiklah Sanjaya berserta Tejakencana, istrinya. Kemudian Sanjaya mengangkat Anggada, adik sepupu Tejakencana sebagai patih.
Sumber bacaan :
- Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3, Tjetjep, SH dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
- Sejarah Jawa Barat, Yoseph Iskandar, Geger Sunten, Bandung - 2005
- Tjarita Parahjangan, Drs.Atja, Jajasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung- 1968