Senin, 28 September 2009

Sultan Ageung Tirtayasa (1631-1672)


Pangeran Adipati Anom bergelar Pangeran Ratu Ing Banten. Pada masa pemerintahannya ia membangun tempat peristirahannya didesa Pontang Tirtayasa. Istana tersebut disinyalir sebagai tempat pengintaian daerah Tangerang dan Batavia. Kemudian ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Ageng Tirtayasa.

Sultan Ageung Tirtayasa sama halnya dengan leluhurnya yang sangat membenci Belanda. Ia disinyalir sering melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan cara membakar kebun tebu, menghadang pratoli belanda dan mengacaukan benteng-benteng Belanda.

Untuk memperkuat posisi politiknya melakukan hubungan dengan Inggris, Turki, Denmark dan Perancis. Bahkan pernah mendapat bantuan senjata api dari Denmark. Ia pun menggalang persahabatan dengan Makasar, Aceh, India, Mongol, Turki dan Mekah, serta dengan Lampung, Bengkulu, Cirebon, Karawang, Sumedang dan Mataram.

Kebencian terhadap Belanda telah membawanya pula untuk memusuhi Mataram yang dianggap (Amangkurat I) memiliki hubungan akrab dengan Belanda. Untuk kepentingan ini, Sultan Ageung membantu pasukan Trunojoyo, Madura yang bekerjasama dengan Kraeng Galesung, Makasar untuk menyerang Mataram. Pada akhirnya Amangkurat I melarikan diri ke Tegalwangi, kemudian meinggal di Tegalwangi dengan gelar Sunan Tegalwangi.

Tentang peristiwa ini didalam catatan sejarah Cirebon, memiliki kaitan yang cukup erat dengan kisah pembebasan Sultan Sepu dan Sultan Anom yang dimohonkan bantuan oleh Pangeran Wangsakerta kepada Sultan Ageung Tirtayasa (Banten) yang memang masih kerabatnya.

Selain diketahui pula bahwa Banten membantu pasukan Trunojoyo dalam melakukan penyerangan ke Mataram. Untuk keperluan ini pula Sultan Ageung Tirtayasa membantu Trunojoyo dengan perlengkapan amunisi perang. Kemudian kedua pangeran tersebut datang ke Cirebon dalam waktu yang berselisih dua tahun.

Pada saat terjadi kekosongan kekuasaan di Cirebon, Sultan Ageung menobatkan Pangeran Wangsakerta untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Sultan Cirebon. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan agar tidak terjadi kekacauan di Cirebon, karena Panembahan Girilaya masih memiliki anak dari istri-istri lainnya sehingga dikhawatrikan terjadi perebutan kekuasaan. Putra-putra Panembahan Girilaya lainnya seperti Panembahan Ketimang dan Panembahan Giyanti, serta Bagus Jaka yang lainnya dari selir-selirnya. Selain hal tersebut, Sultan Ageung juga mengharapkan agar Cirebon membantu Banten untuk memusuhi Belanda.

Memang Pangeran Wangsakerta telah membuktikan kemampuannya, ketika harus menggantikan posisi ayahnya di Cirebon, ia mampu menjaga kedaulatan Cirebon, termasuk dari gangguan Mataram, sehingga ia pun bergelar Paembahan Tohpati.

Setelah tibanya Pangeran Mertawijaya di Cirebon penobatannya dapat dilaksanakan. Namun untuk menghindari perpecahan keluarga, karena pendapat kerabat terpecah untuk mendukung ketiga putra Panembahan Girilaya ini, maka Sultan Ageung menobatkan ketiganya di Banten, secara seremonial pelantikan tersebut dilakukan di Pakungwati.

Adapun pembagian kekuasaan dimaksud, sebagai berikut : (1) Pengeran Mertawijaya (1677-1703 M) dinobatkan menjadi Sultan Sepuh dengan gelar Abil Makarini Syamsuddin Sultan Sepuh (Kasepuhan) ; (2) Pangeran Kertawijaya (1677-1723 M) dinobatkan menjadi Sultan Anom dengan gelar Abil Makarini Badridin Sultan Anom (Kanoman) ; (3) Pangeran Wangsakerta (1677-1723 M) dinobatkan menjadi Panembahan Cirebon dengan gelar Mohammad Abdulkamil Nazaruddin. Ia pun terkenal dengan Julukan Panembahan Tohpati.

Kemampuan diplomasi dan keberhasilan memakmuran negaranya disamping mampu menjaga jarak dengan kekuasaan Belanda dengan baik maka ia mampu menjadikan Banten sebagai negara yang berdaulat. Namun disaat usianya yang tua ia digulingkan oleh Sultan Haji, anaknya sendiri yang bekerjasama dengan Kompeni – Belanda. Pada akhirnya ia meninggal didalam penjara dan dikebumikan di utara masjid Agung Banten.


Bahan Bacaan : 

  1. Kapitalisme Pribumi Awal – Bab II, Gambaran Masyarakat di Kesultanan Banten, Heriyanti Ongkodharma Untoro, FIB UI – Cetakan Pertama – 2007

  2. Tokoh Pangeran Wangsakerta menurut Tradisi Keraton, Pangeran Sulendraningrat. Dalam buku : Polemik Buku Wangsakerta, Edi S Ekajati, Pustaka Jaya – 2005

  3. Pangeran Wangsakerta sebagai Sejarawan Abad Ke-17, Saleh Danasasmita, Dalam buku : Polemik Buku Wangsakerta, Edi S Ekajati, Pustaka Jaya – 2005.

  4. Bupati Di Priangan – Seri Sundalana 3, Pusat Studi Sunda, Bandung – 2004

  5. http:/id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Cirebon, 10 Maret 2010

  6. Penelusuran masa silam sejarah jawa barat – Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat – Tjetjep Permana, SH dkk 1983 – 1984.

Tidak ada komentar:

Pesan :

Untuk Perbaikan Blog ini mohon dapat meninggalkan pesan disini. Terima Kasih