Rabu, 03 Maret 2010

Kerajaan Pra Islam lain

Didalam cerita-cerita rakyat maupun pendapat para akhli sejarah Sunda, dikisahkan adanya kerajaan lainnya diwewengkon Cirebon selain Indraprahasta, Wanagiri dan Cirebon Girang. Kerajaan-kerajaan bawahan tersebut seperti Singapura, Japura dan Kaadipatian yang ada di Palimanan. Dimungkin masih ada kerajaan-kerajaan lainnya. Sayang masih kurang ada penelitian yang mendetail mengenai masalah ini.

Dalam Pustaka Pakungwati Carbon (1779 M) yang disusun oleh Wangsamanggala – Demang Cirebon Girang atas perintah Sultan Muhammad Saifuddin (Matang Aji), dijelaskan tentang letak posisi negara tertsebut dengan Pakungwati (islam) sebagai berikut :  “Keraton ini (Pakungwati) didirikan di sebelah barat Kali Karyan. Dahulu disebut Kali Carbon yang dalam jaman hindu disebut Kali Subha. Sebelah hulunya disebut Kali Gangga dan disebelah hulunya lagi disebut Carbon Girang”. Disinilah letak Indraprahasta (Kali Gangga) dan Cirebon Girang. Mungkin dapat dilihat dari kisah Purnawarman yang membangun kedua kali tersebut.

Perihal yang sama akan sangat nampak pula seperti kurang diketahuinya kerajaan yang ada di Kuningan, seperti Saunggalah yang terletak dilereng Gunung Ciremai sebelah selatan. Konon letak sekarang lokasinya diketahui diwilayah Kampung Salia, Desa Ciherang, Kecamatan Kadugede, sebelah utara Darma.

Kemudian ada pula eksistensi dari tokoh Sang Pandawa raja Kuningan, Sang Wulan raja Kajoran dan Sang Tumanggal raja Kalanggara di Balamola. Tokoh ini tentunya bukan seperti para pengembara atau raja-raja free land yang tak jelas kerajaannya, atau ibarat Kiai yang tak memiliki pesantren, melainkan memang riil sebagai raja dan diceritakan dalam Kretabhumi ½ h dan Carita Parahyangan. Kisah ini berkaitan dengan lalampahan Sanjaya ketika berupaya merebut tahta Galuh dari Purbasora namun sempat dipukul mundur oleh ketiga tokoh tersebut.

Menurut Kretabhumi ½ : “Kalantara tatan dumadi rajeng Galuh, Sanjaya kasoran lawan Sang Pandawa ratu Kuningan, Samangke wus jayeng yuddha nira tapan gheng wadwanya ya ta mahabala Sunda-Galuh ing Jawa Kulwan muwang Medang ing Jawa Madhya, ateher dinon nira ta sang raja samanta. Alah ta ya denira Sanjaya tumuluy sakwehna raja rat Jawadwipa.” (Ketika belum menjadi raja di Galuh, Sanjaya kalah perang oleh Sang Pandawa raja Kuningan. Kelak setelah ia menang perang karena besar dari Sunda-Galuh di Jawa Barat dan pasukan Medang di Jawa Tengah, lalu diserangnya raja-raja disekitar Galuh. Mereka kalah oleh Sanjaya dan seterunya (dikalahkannya) raja-raja diseluruh Pulau Jawa).

Kemudian didalam Carita Parahyangan diceritakan pula lalampahan Sanjaya ketika menemui Dahyang Guru di Galunggung. Dawuh Dahyang Guru : “Rahyang Sanjaya, lamun kawisesa ku siya Sang Wulan, Sang Tumanggul, Sang Pandawa ring Kuningan, aing nurut carek sia”. (Rahyang Sanjaya, bila terkuasai oleh Sang Wulan, Sang Tumanggul dan Sang Pandawa ring Kuningan, aku akan mematuhi perkataanmu)”. Inilah gambaran tentang eksistensi dari kerajaan lainnya yang ada didaerah-daerah tersebut.

Kemudian ada pula eksistensi dari Ki Gedeng Tapa yang berada di Keraton Singapura, bahkan telah ada sebelum Sunda – Galuh menjadi Pajajaran. Singapura disinyalir merupakan suatu bentuk pemerintahan yang berada dibawah daulat Galuh, namun ia sejajar dengan Keraton Carbon Girang.

Ranji yang dimuat didalam buku Sejarah Jawa Barat (Yoseph Iskandar) digambarkan, bahwa Ki Gedeng Tapa masih merupakan putra dari Niskala Wastukancana, atau ayah dari Subanglarang yang kemudian dipersitri oleh Prabu Silihwangi.

Keraton Singapura diperkitakan terletak empat kilometer sebelah utara makam Sunan Gunung Jati sekarang. Sebelah Utara berbatasan dengan Surantaka, Sebelah Barat berbatasan dengan Carbon Girang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Keraton Japura, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa Teluk Cirebon.

Dari ranji tersebut ditemukan pula adanya keraton Japura dengan rajanya yang terkenal, yakni Amuk Murugul, putra dari Susuktunggal. Ia memilik seorang adik yang bernama Kentring Manik Mayang Sunda yang kemudian diperistri oleh Sribaduga Maharaja (Prabu Silihwangi).

Tentang istilah Japura, ada yang menyebutkan berasal dari nama putranya, yakni KI Agung Japura, tapi ada juga yang mengatakan berasal dari kata Gajahpura (gerbang masuk keraton yang berlambang gajah). Keraton Japura adalah ibukota kerajaan Medang Kamulan di sebelah Timur Cirebon, pusat pemerintahan meliputi Desa Japura Kidul, Japura Lor dan Desa Astana Japura di Kecamatan Astana Japura.

Batas-batas Japura diperkirakan, sebelah Utara Laut Jawa, Sebelah Selatan Desa Cibogo dan Desa Jatipiring, Sebelah Barat Desa Mundu Pesisir dan Desa Suci, Sebelah Timur Desa Gebang Pemimpinnya yang terkenal adalah Amuk Marugul Sakti Mandra Guna.

Selain keraton tersebut dikenal pula adanya Keadipatian Palimanan, namun ia berada dibawah daulat Galuh. Tokoh yang terkenal dari wilayah ini adalah Arya Kiban. Sedangkan keadipatian tersebut terletak di Kecamatan Palimanan sekarang, yang lebih dikenal dengan sebutan Banyu Panas, saat itu wilayahnya meliputi Kecamatan Ciwaringin dan Kecamatan Susukan. Masa kejayaannya diperkirakan hingga tahun 1528, atau pada saat perang di Gunung Gundul antara Palimanan (Galuh) melawan Carbon. (cag)



Bahan Bacaan :

1. Rintisan Penelusuran masa Silan Sejarah Jawa Barat
2. Sejarah Jawa Barat, Drs Yoseph Iskandar. Geger Sunten
3. wikipedia.org : Kesultanan_Cirebon

Pesan :

Untuk Perbaikan Blog ini mohon dapat meninggalkan pesan disini. Terima Kasih